PROTEKSI JIWA
Protection untuk beragam gaya hidup Anda dan keluarga
{{title}}
{{label}}Oleh: Tim Medix
Dapatkah para ilmuwan memperlambat atau menghentikan penyakit neurodegeneratif yang berkembang pesat di dunia ini?
Deng Xiaoping dan George H.W. Bush memiliki kesamaan lain selain menjadi mantan pemimpin China dan AS. Mereka juga penderita penyakit Parkinson.
Ini penyakit yang sulit didiagnosis, terutama bentuk yang diderita Deng, karena biasanya penyakit ini berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu. Gejala non-motorik seperti perubahan suasana hati dan kehilangan ingatan terjadi dengan kondisi yang berbeda dan sering kali terjadi jauh sebelum diagnosis formal hingga dua dekade.
Hanya ketika masalah motorik seperti gerakan tak sadar (tardive dyskinesia), tremor, kekakuan otot, dan gerakan lambat (bradikinesia) menjadi lebih jelas, barulah dokter cenderung menentukan penyebabnya. Pada titik ini, penderita mungkin telah kehilangan hingga 80% neuron penghasil dopamin, yang digunakan sistem saraf untuk mengirim pesan antar-sel saraf.
Penyakit degeneratif ini resmi memiliki nama sejak 1817 ketika dokter Inggris James Parkinson menulis makalah tentang shaking palsy. Tetapi gejalanya telah ada sejak awal pengobatan.
Tabib Yunani kuno, Galen, juga menulis tentang hal ini. Begitu pula dengan praktisi Pengobatan Tradisional Cina (TCM) dan Ayurveda (pengobatan alternatif asal India) kuno yang masing-masing menamakan sindrom angin bergetar dan kampavata.
Saat ini terdapat sekitar 10 juta pasien Parkinson di seluruh dunia dan jumlahnya meningkat dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2016. Peningkatan lainnya diperkirakan antara tahun 2016 dan 2030. Pada saat itu, China diperkirakan akan menyumbang lebih dari setengah dari semua kasus global.
Risiko Tinggi dengan Diabetes Tipe-2
Para ilmuwan masih belum yakin apa penyebab Parkinson, meski mereka telah mengidentifikasi banyak faktor risiko. Mereka telah mempelajari 400 gen, yang dapat mengidentifikasi individu yang kemungkinan menderita baik Parkinson maupun Tipe-2 diabetes.
Mereka juga percaya ada faktor lingkungan yang berperan, karena etnis tampaknya tidak terlalu berpengaruh dibandingkan tempat tinggal seseorang. Secara tradisional, artinya lebih banyak kasus di negara-negara Barat. Namun, munculnya penyakit gaya hidup seperti diabetes tipe 2 di Asia menunjukkan bahwa wilayah tersebut mungkin akan menyusul, atau bahkan melampaui Barat.
Sebuah studi penting tahun 2018 oleh University of London (UCL) mengungkapkan bahwa orang dengan diabetes tipe 2 sepertiga lebih mungkin terkena Parkinson. Faktor risiko meningkat empat kali lipat bagi mereka yang berusia 25 hingga 44 tahun.
Para ilmuwan percaya ini terkait dengan resistensi penderita diabetes terhadap insulin, hormon yang mengubah glukosa menjadi energi, yang diandalkan sel-sel otak kita. Tetapi hubungan ini juga membuka jalan pengobatan baru, karena semakin banyak bukti bahwa obat diabetes tertentu juga membantu penderita Parkinson.
Misalnya, peneliti UCL yang sama sedang menjalankan uji klinis fase III tentang kemanjuran obat diabetes Exenatide, yang merangsang pelepasan insulin. Hasil Fase II mengungkapkan bahwa penderita diabetes tipe-2 60% lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan Parkinson setelah meminumnya.
Menghentikan Gemetar
April adalah Bulan Parkinson Dunia untuk menghormati ulang tahun James Parkinson pada tanggal 11. Ada simbol resmi untuk meningkatkan kesadaran tentangnya, yakni tulip merah dengan pinggiran putih untuk menghormati ahli hortikultura Belanda dan penderita Parkinson yang menciptakannya.
Selama satu tahun terakhir, terobosan potensial telah datang dengan cepat. Mereka sudah lama ditunggu.
Saat ini, pengobatan utamanya adalah obat yang disebut Levodopa, yang dikembangkan pada tahun 1960-an, meskipun dokter ayurveda telah meresepkan mucuna pruriens (sejenis kacang-kacangan) selama berabad-abad. Kacang ini, yang tumbuh luas di daerah tropis, kaya akan Levodopa alami.
Tetapi ada efek samping Levodopa, yang diubah menjadi dopamin di otak. Pemberian oral berarti diserap ke dalam aliran darah, menyebabkan naik dan turun dalam tingkat penyerapan.
Lebih penting lagi, ini juga menyebabkan gemetar setelah perawatan jangka panjang. Ini terjadi pada sekitar setengah dari pasien dalam lima tahun dan 80% dalam 10 tahun. Banyak penderita mengatakan bahwa gemetar bahkan lebih menganggu daripada penyakit itu sendiri.
Jadi pengumuman potensi terobosan tahun lalu menjadi berita utama. Sebuah bioteknologi AS meluncurkan uji coba obat pertama pada manusia yang disebut NLX-112.
Obat ini menargetkan serotonin kimiawi sel saraf, yang dapat memicu tardive dyskinesia yang menyebabkan pelepasan dopamin yang tidak menentu. Pada 2019, para ilmuwan juga menandai penurunan kadar serotonin sebagai indikasi awal Parkinson.
NLX-112 menghentikan getaran pada monyet dan dapat tersedia dalam waktu satu tahun. Namun, ada satu peringatan: ada banyak uji coba yang berhasil pada monyet untuk obat neurologis sebelumnya yang kemudian tidak berhasil dengan baik pada manusia.
Uji klinis juga sedang berlangsung untuk penggunaan ultrasound terfokus (FUS) untuk mengobati tardive dyskinesia (telah disetujui untuk tremor sejak 2018). Dokter menembakkan sinar yang sangat tertarget jauh ke dalam otak untuk menghancurkan sel-sel otak yang menyebabkan masalah gerakan.
FUS lebih murah dan tidak begitu invasif dibandingkan stimulasi otak dalam (DBS), yang telah digunakan sejak 1997. DBS menggunakan elektroda yang dimasukkan ke dalam otak, yang kemudian dihubungkan ke IPG (generator pulsa implan) yang ditempatkan di bawah tulang selangka atau perut. Yang terakhir bertindak seperti sakelar yang mengendalikan fungsi motorik.
Parkinson dan TCM
Banyak pasien menemukan perawatan non-medis, seperti balet dan tai chi, membantu meningkatkan keseimbangan dan koordinasi. Studi juga menunjukkan bahwa sekitar tiga perempat pasien Asia Timur beralih ke TCM, termasuk akupunktur (tujuh titik akupuntur di dasar tengkorak dapat mengurangi kekakuan) dan acumassage.
Studi menunjukkan kemanjuran potensial dari dua obat TCM. Yanggan Xifeng memiliki efek sinergis bersama Levodopa, sedangkan butiran Zishenpingchan, yang menyehatkan ginjal dan hati, mengurangi efek samping Levodopa.
Dokter juga semakin baik dalam mendiagnosis penyakit tersebut. Michael J Fox Foundation dan Parkinson's UK mendanai uji klinis yang dapat menghasilkan tes kulit sederhana.
Sekitar 60% penderita Parkinson memiliki kulit berminyak (dermatitis seboroik). Tes baru ini menganalisis senyawa dalam sebum, zat berminyak yang melindungi dan melapisinya.
Obat presisi
Diagnosis dini seharusnya tidak hanya membantu pasien mendapatkan pengobatan lebih cepat, tetapi juga mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang penyakit dan potensi obat yang tepat untuk mengontrol atau menyembuhkannya.
Satu jalur pengobatan yang menjanjikan adalah imunoterapi. Parkinson menyebabkan peradangan di otak, tetapi ditemukan bahwa terdapat peningkatan penanda peradangan juga di dalam darah. Universitas Cambridge sedang menguji coba Azathioprine, obat anti-inflamasi yang digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis dan penyakit Crohn.
Terapi gen menawarkan potensi untuk memasukkan gen yang mendorong sintesis dopamin. Bioteknologi AS dan Inggris Sio Gene Therapies dan Oxford Biomedica sedang menguji coba terapi gen, AXO-Lenti-PD, yang melibatkan pemindahan tiga enzim penting untuk proses ini.
Salah satu ciri yang dimiliki Parkinson dengan penyakit neurologis lain, Alzheimer, adalah cara protein menggumpal di otak: alpha-synuclein untuk Parkinson dan beta-amyloid untuk Alzheimer.
Beberapa perusahaan obat sedang melakukan uji coba obat untuk memecahkan gumpalan ini. Hoffman-La Roche dari Swiss telah menyelesaikan uji coba Tahap I untuk obat yang menyebabkan penurunan 97% (hyperlink 16).
Keseluruhan dana Parkinson sebesar $ 1 miliar, sejauh ini, berasal dari Michael J. Fox Foundation. Mantan aktor AS ini bisa dibilang penderita paling terkenal di dunia dan berusaha keras untuk menemukan obatnya. “Bagi saya harapan adalah optimisme berdasar informasi,” pungkasnya.