PROTEKSI JIWA
Protection untuk beragam gaya hidup Anda dan keluarga
{{title}}
{{label}}Oleh: Tim Personal Medical Management
Banyak dari kita cenderung memakan kue kering dan keripik kentang dibandingkan buah atau kacang-kacangan. Padahal mayoritas mengetahui bahwa pilihan tersebut kurang baik bagi kesehatan.
Makanan yang kita makan akan menggambarkan kondisi kesehatan kita. Jika Anda cenderung sering mengonsumsi makanan manis atau camilan dalam kemasan, maka Anda akan memicu peradangan.
Kebiasaan tersebut sangat berbahaya bagi Kesehatan karena efeknya tidak segera terlihat. Tetapi selama akumulasi menahun, peradangan akan mendorong penuaan lebih cepat dan segala macam penyakit seperti Alzheimer, diabetes, kanker hingga penyakit kardiovaskular.
Selama dekade terakhir, terdapat banyak penelitian mengapa kita cenderung kurang tertarik pada pilihan makanan lebih sehat. Ternyata hal ini terjadi karena banyak makanan ultra-processed direkayasa secara ilmiah untuk ‘memanipulasi’ otak kita yang cenderung hanya fokus pada kepadatan kalori seperti insting nenek moyang kita dahulu yang berusaha bertahan hidup ketika makanan langka.
Istilah makanan ultra-processed pertama kali menjadi sorotan pada tahun 2009 ketika ilmuwan Brasil Carlos Monteiro menyarankan bahwa penting untuk mempertimbangkan berapa banyak makanan yang telah diproses, sebagai nilai gizi utamanya.
Makanan ultra-processed sangat berbahaya karena proses industri dan daftar panjang bahan-bahannyacenderung bukan bahan yang kerap ditemui di rumah. Mereka adalah formulasi pabrik aditif, perasa sintetis, minyak industri dan pengawet.
Makanan ini mendapat skor rendah pada nilai gizi dan tinggi gula, garam dan lemak terhidrogenasi. Contohnya termasuk makanan siap saji, pizza, kue, makanan ringan asin dan minuman berkarbonasi.
Apa yang membuat mereka begitu adiktif? Pertama, ada dopamin yang mereka hasilkan dan kedua, para ilmuwan makanan telah merancang mereka untuk menjadi sangat enak. Siapa yang tidak menikmati kehalusan sepotong cokelat di lidah mereka, atau kerenyahan gigitan di camilan asin?
Semua sensasi ini semuanya telah ditingkatkan secara artifisial untuk membuat kita terus menginginkannya.
Namun, kesenangan jangka pendek itu tidak dapat membuat kita merasa ‘penuh’ meskipun jumlah kalori yang tertera di label kemasan camilan sangat tinggi. Ini dikarenakan makanan ultra-processed juga telah dirancang untuk dikunyah, ditelan, dan diserap dengan cepat: terlalu cepat bagi kita untuk memberi sinyal ke otak bahwa kita sudah kenyang.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa ketika negara-negara mengalami peningkatan pendapatan, populasi mereka dengan cepat mengembangkan inovasi rasa maupun bentuk untuk berbagai jenis makanan. Orang perkotaan yang lebih kaya dan lebih berpendidikan di negara-negara berpenghasilan menengah, cenderung mengonsumi jauh lebih banyak makanan ultra-processed daripada orang-orang yang dinggal di pedesaan.
Terlebih, pandemi Covid-19 telah memperburuk situasi. Munculnya pengiriman instan ke rumah dan keinginan untuk melakukan aktivitas untuk memerangi rasa bosan yang disebabkan pandemi berdampak ke lingkar pinggang kita hingga efek penuaan biologis.
Selama beberapa tahun terakhir, konsumen kaya di negara-negara berpenghasilan tinggi telah menjadi lebih sadar akan bahaya makanan ultra-processed. Namun, pilihan makanan yang buruk masih dibuat.
Beberapa orang telah menyerah, atau mengurangi, daging karena alasan etika, planet atau kesehatan, misalnya. Namun sementara makanan nabati dan vegan baru terdengar sehat, itu biasanya hanya label. Burger tanpa daging dan fillet tanpa ikan sering diproses.
Berikut adalah beberapa contoh akibat dari mengonsumsi makanan ultra-processed berlebih terhadap kesehatan kita dan simak beberapa tips untuk menguranginya:
1. Kegemukan
Salah satu studi paling terkenal yang meneliti hubungan antara makanan ultra-processed dan penambahan berat badan diterbitkan pada tahun 2019.
Studi tersebut melibatkan orang dewasa sehat (dengan usia rata-rata 30 tahun), menjadi dua kelompok dan mereka masuk ke dalam karantina penelitian selama sebulan. Kedua kelompok diberi makanan dengan jumlah kalori, karbohidrat, lemak dan gula yang sama.
Kelompok pertama mendapatkan makanan ultra-processed dan kelompok kedua mendapatkan makanan minim olahan untuk sarapan, makan siang dan makan malam selama dua minggu pertama sebelum beralih ke yang lain untuk dua terakhir. Setiap kelompok bisa makan makanan ringan tambahan jika mereka merasa lapar. Para peneliti menemukan bahwa ketika peserta menjalani diet yang mengonsumsi makanan ultra-processed, mereka mengonsumsi tambahan 500 kalori per hari.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa negara-negara dengan tingkat konsumsi makanan ultra-processed tinggi berjuang dengan obesitas. Di Inggris, makanan ini menyumbang 57% dari asupan energi dan di AS, 67% di kalangan remaja.
Jadi apa yang bisa kita lakukan? Makanan ultra-processed bisa sulit ditolak pada akhir hari yang melelahkan dan menegangkan. Salah satu langkah tepat adalah melakukan sesuatu yang lain ketika waktu camilan tiba, seperti melakukan aktivitas jalan cepat di sekitar rumah atau menelepon teman.
2. Gangguan mikrobioma
Kita mungkin merasa seperti individu, tetapi kita mengakomodasi triliunan mikroorganisme yang hidup di dalam tubuh kita. Bakteri menguntungkan ini melakukan banyak fungsi mulai dari meningkatkan sistem kekebalan tubuh hingga meredam peradangan.
Namun, mereka dapat melakukan invasi ke lapisan mukosa jika kita tidak memberi mereka makan dengan benar. Bakteri yang menerobos penghalang ini ke dalam aliran darah mendorong peradangan dan sejumlah penyakit kronis.
Makanan ultra-processed juga menawarkan nilai gizi mikrobioma yang kecil dan juga tidak membantu membentuk koloni bakteri menguntungkan.
3. Penyakit tidak menular
Meskipun diketahui bahwa peradangan kronis menyebabkan banyak masalah kesehatan, hubungan antara makanan, peradangan dan penyakit tertentu akhir-akhir ini banyak ditemukan.
Pada tahun 2018, sebuah penelitian di Prancis menghitung bahwa peningkatan 10% dalam makanan ultra-processed menyebabkan risiko kanker lebih besar dari 10%.
Sebuah studi Perancis kedua juga menyimpulkan bahwa peningkatan serupa dalam makanan ultra-processed menyebabkan peningkatan 12% dalam kardiovaskular dan 13% peningkatan tingkat penyakit jantung koroner.
4. Penyakit mental dan gangguan neurologis
Kesehatan mental adalah masalah yang kompleks. Namun, ada peningkatan penelitian yang menghubungkan perubahan suasana hati, kecemasan dan depresi dengan diet. Satu studi Spanyol menunjukkan bahwa peserta yang mengonsumsi makanan olahan paling tinggi memiliki tingkat depresi tertinggi.
Gangguan otak seperti epilepsi, ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) dan autisme juga semuanya dikaitkan dengan diet dan mikrobioma yang tidak seimbang.
Otak membutuhkan nutrisi yang tepat untuk berfungsi, sementara bakteri usus menghasilkan banyak zat kimia saraf yang mengatur fungsi mental. Misalnya, usus menghasilkan 95% serotonin penstabil suasana hati.
Kini jelas, kita seharusnya tidak memikirkan makanan terbatas pada angka kalori yang masuk atauppun kalori keluar. Bagaimana kalori diproduksi dan nutrisi yang mereka berikan adalah kunci bagi kesehatan jangka panjang kita.
Sumber : https://bit.ly/429KBAw