PROTEKSI JIWA
Protection untuk beragam gaya hidup Anda dan keluarga
{{title}}
{{label}}Oleh: Tim Personal Medical Management
Dalam seri pertama khusus kesehatan mental, kami melihat dampak pandemi pada kesejahteraan anak-anak. Inilah yang dapat dilakukan oleh orang tua atau pengasuh untuk mengatasinya.
Salah satu kekhawatiran terbesar pasca pandemi COVID-19 adalah dampak yang ditimbulkan terhadap anggota termuda di masyarakat kita.
Akankah generasi yang hidup melalui pandemi menderita lebih banyak masalah kesehatan mental dibandingkan dengan generasi sebelumnya? Indikasi awal menunjukkan bahwa jawabannya adalah ya, kecuali ada tindakan penyeimbang.
Hal ini disebabkan oleh lebih dari setengah penyebab gangguan kecemasan dimulai sebelum seorang anak mencapai pubertas. Dan pembatasan fisik yang diberlakukan untuk memerangi virus memperbesar faktor pemicu yang diketahui.
Aktivitas bermain secara fisik dan interaksi bersama teman sebaya sangat dibutuhkan oleh anak-anak selama tahun-tahun formatif mereka. Studi menyoroti hubungan langsung antara seberapa baik anak-anak bermain satu sama lain pada usia tiga tahun dan hasil kesehatan mental ketika berusia tujuh tahun.
Anak-anak menggunakan permainan untuk mempelajari keterampilan sosial dan emosional yang nantinya dapat menavigasi kehidupan mereka. Dengan bermain, anak-anak bisa belajar cara bekerja sama dan bergiliran dengan orang lain. Mereka belajar pengendalian diri.
Ini mengajarkan mereka bagaimana mengelola emosi mereka dan mengatasi ketidakpastian, melindungi mereka dari depresi dan kecemasan. Permainan petak umpet, misalnya, adalah salah satu cara anak-anak untuk mengekspos diri mereka pada gagasan pemisahan dari orang tua atau pengasuh mereka dengan cara yang aman dan menyenangkan.
Namun, penutupan sekolah dan pembelajaran berbasis online merampas kesempatan anak-anak untuk bermain secara langsung bersama dengan teman-teman sebayanya selama periode yang lama. Pemakaian masker dan langkah-langkah jarak sosial juga membangun hambatan lebih lanjut seputar interaksi manusia normal di luar keluarga dekat.
Statistik pemerintah menyoroti bagaimana hal ini terjadi. Data dari Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC) menunjukkan bahwa kunjungan departemen darurat terkait kesehatan mental meningkat 24% untuk anak-anak berusia 5 hingga 11 tahun antara April dan Oktober 2020.
Gambaran serupa juga terjadi di Inggris. Menurut data National Health Service (NHS), ditemukan bahwa tingkat kemungkinan gangguan mental pada anak-anak berusia enam hingga enam belas tahun meningkat dari satu dari sembilan tahun pada tahun 2017 menjadi satu dari enam pada tahun 2021. Guru sekolah melaporkan bahwa anak-anak telah memulai sekolah dengan tidak memiliki banyak keterampilan , seperti cara menggunakan toilet, atau berbicara dalam kalimat penuh.
Jadi apa yang dapat dilakukan orang tua dan pengasuh untuk memperbaiki hal ini? Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan:
Biarkan anak-anak terlibat dalam permainan petualangan
Studi menunjukkan bahwa salah satu alasan mengapa anak-anak suka mengambil risiko yang ditakuti oleh beberapa orang dewasa adalah karena ini merupakan cara bagaimana mereka belajar mengatasi rasa takut dan ketidakpastian. Memanjat pohon, mengendarai sepeda mereka dengan cepat menuruni bukit dan melompat dari batu ke batu, mengisi anak-anak dengan kegembiraan dan mengajari mereka bagaimana menghadapi rintangan yang tak terduga tanpa kecemasan.
Seberapa aktif orang tua dan terutama ibu memantau anak-anak mereka saat bermain juga terkait dengan berapa banyak risiko yang akan mereka ambil. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ibu yang terlalu protektif yang terus-menerus berusaha melindungi anak-anak mereka dari potensi bahaya dengan mengendalikan permainan mereka meningkatkan risiko anak-anak mereka mengalami gangguan kecemasan.
Kuncinya adalah pengambilan risiko yang sesuai dengan usia. Salah satu cara untuk mengukur ini adalah dengan mengajukan dua pertanyaan berikut sebelum membuat keputusan: apa hal terbaik dan terburuk yang dapat terjadi.
Kenalkan anak-anak pada alam
Jumlah waktu yang dihabiskan anak-anak untuk bermain di luar telah menurun secara drastis di seluruh negara Barat dalam beberapa dekade terakhir. Namun, isolasi paksa yang dihabiskan banyak anak selama pandemi telah memusatkan perhatian kembali untuk mendorong mereka menghabiskan lebih banyak waktu di luar lagi.
Manfaat kesehatan mental dan fisik dari berada di luar, terutama di lingkungan alami sangat banyak. Paparan sinar matahari meningkatkan kadar vitamin D, yang meningkatkan pelepasan hormon kebahagiaan, serotonin.
Begitu juga, jika anak-anak dibiarkan berlarian di lingkungan yang tidak terstruktur, itu memberi otak mereka istirahat dari konsentrasi terfokus, misalnya pada layar. Ini mengurangi tingkat hormon stres, kortisol dan memungkinkan otak untuk bersantai dan fokus kembali.
Pada tahun 2022, para peneliti di Washington State University di AS mengevaluasi data di 300 studi dan menemukan hubungan yang kuat antara keberadaan ruang hijau dan kesehatan mental anak-anak.
Membiarkan anak-anak berguling-guling di tanah juga bermanfaat dan memperluas koloni bakteri baik. Kurangnya keragaman mikroba yang disebabkan oleh kehidupan modern – rumah yang terlalu steril dan penggunaan antibiotik – terkait dengan sejumlah penyakit mental dan fisik termasuk Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan kecemasan karena cara usus dan otak berkomunikasi satu sama lain melalui saraf vagus.
Para pencinta lingkungan sering menganjurkan pembenahan kembali: membiarkan alam menyembuhkan dirinya sendiri dengan memulihkan ekosistem alami. COVID-19 telah menggarisbawahi bagaimana anak-anak dapat memperoleh manfaat dari bentuk re-wilding mereka sendiri.