PROTEKSI JIWA
Protection untuk beragam gaya hidup Anda dan keluarga
{{title}}
{{label}}Oleh: Tim Personal Medical Management
Tingkat kecemasan dan depresi terus meningkat secara global. Kini, satu jenis kelamin ditemukan lebih berisiko daripada yang lain. Bisakah kita menjembatani kesenjangan pada Kesehatan mental?
Jenis kelamin mana yang menderita masalah kesehatan mental lebih tinggi? Jika Anda menjawab laki-laki, maka jawaban Anda adalah benar. Berdasarkan studi, Wanita cenderung memiliki jejaring sosial lebih kuat untuk meminta dukungan ketika mereka merasa di bawah tekanan.
Tetapi, ketika kita berbicara tentang masalah kesehatan mental yang paling umum: kecemasan dan depresi, wanita ternyata memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami hal tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa jumlahnya terus meningkat, terutama pada golongan wanita muda. Dalam satu studi, wanita berusia 16 hingga 24 tahun hampir tiga kali lebih mungkin mengalami masalah kesehatan mental yang umum dibandingkan pria di rentang usia yang sama.
Apakah kecenderungan yang lebih besar ini disebabkan oleh faktor biologis, pengalaman hidup yang berbeda, atau lingkungan tempat tinggal? Berikut kami jelaskan beberapa faktanya.
Hormon dan kecemasan
Tingkat masalah kesehatan mental pada wanita mulai meningkat di masa pubertas, dengan dua titik pemicu terkait hormon penting dalam hidup, yaitu melahirkan dan menopause.
Pada tahun 2012, para peneliti dari Harvard University menjelaskan mengapa ini terjadi setelah memeriksa hubungan antara hormon seks wanita (estrogen) dan kecemasan. Dalam satu tes, mereka menemukan bahwa wanita dengan kadar estrogen yang lebih tinggi cenderung tidak terkejut ketika menjalani tes yang memeriksa respons ketakutan.
Para peneliti menyimpulkan bahwa kadar estrogen yang rendah atau berfluktuasi membuat wanita lebih rentan terhadap kecemasan dan gangguan mood. Pria, di sisi lain, dianggap kurang berisiko karena hormon testosteron seks pria dikonversi menjadi estrogen di otak pria dan cenderung lebih stabil dibandingkan di otak wanita.
Selama siklus bulanan wanita, estrogen turun selama fase luteal antara ovulasi dan awal periode, berpotensi memicu kecemasan dan perubahan suasana hati di antara gejala pra-menstruasi (PMS) lainnya. Hal serupa juga terjadi pada Wanita sesaat setelah melahirkan dan ketika memasuki perimenopause.
Apakah ada kesenjangan gender antara harapan hidup dan kenyataan?
Namun, hormon tidak bisa menjadi satu-satunya faktor penyebab. Pada tahun 2021, akademisi University College London (UCL) menyoroti hal ini setelah menganalisis data kesejahteraan psikologis yang mencakup lebih dari setengah juta anak berusia 15 tahun di 73 negara.
Mereka menemukan bahwa selalu ada kesenjangan gender, tidak peduli seberapa kaya atau setara gender suatu negara. Mereka juga menemukan bahwa negara-negara dengan skor kesetaraan gender yang lebih buruk seperti Arab Saudi melaporkan beberapa kesenjangan kesehatan mental gender tersempit.
Tim peneliti menggunakan definisi dari WHO (World Health Organization) tentang kesehatan mental sebagai titik awal mereka: di mana kaum muda merasa mereka duduk di spektrum antara kesehatan yang buruk dan kesejahteraan yang positif.
Mereka melihat empat metrik: kepuasan hidup secara keseluruhan, seberapa sering anak berusia 15 tahun merasa sedih, seberapa sering mereka merasa bahagia dan apakah mereka merasa hidup mereka memiliki makna atau tujuan.
Mereka menyimpulkan bahwa anak perempuan dan perempuan di negara-negara yang lebih setara gender sekarang dihadapkan pada beban ganda untuk menyeimbangkan "peningkatan partisipasi ekonomi dan politik serta tanggung jawab dan norma perempuan tradisional." Mereka juga mencatat bahwa sementara perempuan telah memasuki bidang pekerjaan yang didominasi laki-laki. Akan tetapi, di sisi yang sama, laki-laki belum melakukan hal serupa di bidang perempuan dan tidak melakukan pekerjaan rumah tangga dalam jumlah yang sama.
Dampak dari pengalaman hidup
Penelitian terbaru juga mengungkapkan perbedaan gender yang jelas dalam respons psikologis terhadap pelecehan emosional atau fisik masa kecil. Anak laki-laki cenderung lebih menunjukkan perilaku mengganggu atau anti-sosial yang membuat mereka dikeluarkan dari sekolah. Sementara, anak perempuan cenderung lebih menginternalisasi rasa sakit mereka.
Anak perempuan yang tidak memiliki jalan keluar untuk mengekspresikan perasaan mereka, dapat beralih dengan menyakiti diri sendiri (tiga kali lebih umum daripada anak laki-laki), atau mengembangkan gangguan makan sebagai strategi mengatasi.
Mengurangi Kesenjangan
Pemahaman mengenai perbedaan antara kesehatan mental pria dan wanita kini mulai mendapatkan sorot lebih. Pelayanan kesehatan juga mulai merespon dengan penataan pelayanan secara berbeda.
Misalnya, sulit untuk memberikan dukungan jika tidak dicari sejak awal. Dan di Inggris, Satuan Tugas Kesehatan Mental Perempuan yang ditugaskan pemerintah menemukan bahwa perempuan lebih jarang mengakses layanan kesehatan mental dibandingkan dengan laki-laki.
Gugus tugas mengaitkan hal ini dengan layanan yang dirancang "baik secara sadar atau tidak sadar" di sekitar kebutuhan pria. Peran perempuan sebagai pengasuh, misalnya, dapat membuat mereka enggan mengakses bantuan karena takut anak-anak mereka dibawa pergi, atau dinilai sebagai orang tua yang buruk.
Dan solusinya: menyediakan akses ke dukungan dalam lingkungan yang tidak distigmatisasi di mana perempuan tidak hanya merasa mereka akan aman dan didengarkan dan tetapi juga diberdayakan dengan suara dalam diskusi tentang berbagai pilihan yang terbuka bagi mereka mulai dari pengobatan hingga terapi berbicara.
Sumber : https://bit.ly/3JD6Rwq