PROTEKSI JIWA
Protection untuk beragam gaya hidup Anda dan keluarga
{{title}}
{{label}}Oleh: Tim Personal Medical Management
Sebagian besar dari kita telah mengetahui bahwa paparan sinar ultraviolet (UV) dapat meningkatkan risiko kanker kulit dan kulit gelap cenderung mendapatkan perlindungan lebih baik. Tetapi, kini terdapat faktor risiko lain yang mengancam seluruh jenis kulit di mana pun kita berada.
Salah satu kampanye kesehatan masyarakat yang paling sukses di Barat dunia dalam dekade terakhir adalah kampanye akan bahaya kanker kulit sebagai akibat dari paparan sinar matahari berkepanjangan. Sangat sedikit orang yang belum sadar bahwa mereka perlu memakai tabir surya, menutupi dan menghindari matahari di tengah hari terutama pada iklim yang lebih panas.
Sebuah studi terbaru di AS memperkirakan bahwa bentuk kanker kulit yang paling mematikan: melanoma, akan menjadi kanker paling umum kedua di AS pada tahun 2040, naik dari posisi keempat saat ini.
Tingkat kejadian ini diyakini hanya berlaku untuk negara-negara dengan populasi berkulit terang. Namun pada kenyataannya angka-angka tersebut telah meningkat di seluruh dunia.
Para peneliti di National University of Singapore melaporkan bahwa tingkat non-melanoma naik hampir 50% di Singapura pada akhir abad ke-20.
Angka yang meningkat juga terlihat di negara-negara seperti India, di mana populasinya memiliki perlindungan yang jauh lebih kuat berkat tingkat melanin pigmen kulit yang lebih tinggi.
Salah satu masalah di negara-negara dengan risiko rendah adalah kesadaran mereka yang juga turut lebih rendah. Kanker kulit seringkali tidak terlihat dengan cepat di negara tersebut.
Kesadaran rendah juga ditemukan ketika terdapat tanda yang bermunculan di tubuh. Ras Kaukasia cenderung lebih peka karena tanda yang bermunculan terdapat pada bagian tubuh yang terlihat akibat terkena sinar matahari langsung. Sementara, pada non-Kaukasia, tanda ini sering didiagnosis hanya pada spesifik area, seperti: tangan, kuku dan kaki, telinga dan hidung.
Akan tetapi, walaupun tingkat risiko kanker kulit meningkat, itu tidak berarti bahwa kasus kanker kulit tidak bisa dihindari.
Kini terdapat kemajuan diagnostik yang membuat analisis kulit lebih mudah untuk para dokter, walaupun mereka bukan ahli dermatologis. Salah satu yang paling menjanjikan datang dari Israel di mana para peneliti Universitas Tel Aviv baru saja mengembangkan perangkat optik sederhana menggunakan cahaya inframerah untuk membedakan antara lesi kulit ganas dan non-ganas.
Kesadaran yang lebih besar di negara-negara berisiko rendah juga harus ditingkatkan. Dengan deteksi dini, akan membuat perbedaan besar pada prognosis. Matahari tetap menjadi risiko utama, tetapi terdapat juga risiko lain. Berikut adalah beberapa risiko yang telah ditemukan para ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir:
1. Testosteron
Diketahui bahwa pria yang didiagnosis kanker prostat memiliki risiko melanoma yang lebih tinggi. Studi terbaru menunjukkan bahwa testosteron mungkin menjadi faktor penyebab kanker kulit. Berdasarkan studi di Universitas Oxford, telah ditemukan hubungan antara tingkat testosteron yang tinggi dalam darah dengan peningkatan risiko melanoma. Setiap peningkatan 50 picomoles testosteron bebas akan meningkatkan risiko kanker kulit sebesar 35%. Memahami peran hormon di dalam tubuh akan menjadi area penting untuk penelitian di masa depan.
2. Obat tekanan darah
Para peneliti dari Canada's University of Toronto menemukan hasil terbaru pada hubungan jenis obat tekanan darah tertentu dan kanker kulit.
Para akademisi memeriksa data kesehatan orang dewasa berusia di atas 66 tahun, yang tinggal di Ontario antara tahun 1988 dan 2017. Mereka menemukan bahwa pasien yang menggunakan diuretik thiazide selama lebih dari tiga tahun memiliki risiko empat kali lipat lebih tinggi terkena melanoma.
Temuan ini didasari atas peringatan sebelumnya tentang obat dari European Medicines Agency dan US Food & Drug Administration (FDA). Obat ini diyakini berinteraksi dengan radiasi UV dan menyebabkan kerusakan sel. Sementara, pada jenis obat tekanan darah lain, belum ditemukan bukti yang dapat meningkatkan risiko.
3. Arsenik
Insektisida, pestisida dan pakan unggas yang masuk dalam golongan arsenik akan meningkatkan risiko kanker kulit pada orang-orang yang mengkonsumsi produk akhir yang terpapar zat tesebut. Awal tahun ini, Institut Teknologi India di Kharagpur memperkirakan bahwa 20% dari total daratan India memiliki tingkat arsenik beracun pada air tanahnya.
Terdapat juga kekhawatiran tentang konsumsi beras terutama pada bayi. Di AS, FDA baru saja meluncurkan rencana aksi ‘Closer to Zero’ untuk membatasi paparan arsenik pada makanan bayi dan bayi itu sendiri. Para juru kampanye sebelumnya menyoroti bahwa sereal beras memiliki kadar arsenik anorganik enam kali lebih tinggi dibandingkan sereal lain seperti oatmeal, quinoa atau barley.
4. Buah Jeruk
Kita semua telah mengetahui bahwa mengkonsumsi buah jeruk sangat bermanfaat. Jeruk merupakan sumber vitamin C yang baik untuk sistem kekebalan tubuh. Akan tetapi, jeruk juga mengandung senyawa fotoaktif yang disebut furocoumarin yang dapat berinteraksi dengan radiasi UV dan menyebabkan kanker kulit.
Para peneliti di Indiana University di AS menerbitkan penelitian berdasarkan studi terhadap 56.205 wanita Kaukasia pasca-menopause di Inggris. Hasilnya, satu gelas jus jeruk per hari, atau mengkonsumsi satu jeruk dapat meningkatkan risiko.
Temuan ini dapat membantu dokter untuk memberikan panduan sebagai bagian dari strategi pencegahan yang lebih baik: menyarankan pengurangan asupan bagi orang-orang dengan faktor risiko tinggi seperti riwayat keluarga yang pernah terkena kanker kulit atau paparan sinar matahari yang berkepanjangan.
5. Faktor Genetika
Salah satu kemajuan terbesar dalam dekade terakhir adalah kemampuan untuk menyaring DNA yang bermutasi sehingga dapat meningkatkan risiko kanker tertentu. Satu dari sepuluh orang yang didiagnosis dengan melanoma memiliki anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.
Salah satu faktor yang memungkinkan ini terjadi adalah perubahan pada tiga gen penekan tumor yang disebut CDKN2A, BAP1 dan MC1R. Perubahan ini membatasi kemampuan mereka untuk mengontrol pertumbuhan sel sehingga sel-sel yang rusak tidak dapat memperbaiki diri dengan mudah.
Namun, ada kabar baik. Peneliti Rockefeller University menemukan bahwa pasien melanoma dengan varian gen yang disebut APOE4 merespons imunoterapi jauh lebih baik. Mereka juga percaya bahwa gen ini dapat menghentikan penyebaran kanker ke bagian tubuh yang lain.