PROTEKSI JIWA
Protection untuk beragam gaya hidup Anda dan keluarga
{{title}}
{{label}}Oleh: Tim Personal Medical Management
Semenjak dua tahun terakhir, salah satu misteri yang belum terpecahkan adalah penyebab dari sindrom Long Covid yang diakibatkan oleh Corona Virus Disease (Covid-19). Walaupun beberapa dari mereka yang menderita penyakit ini hanya menunjukkan gejala ringan selama fase aktif penyakit.
Ada sejumlah alasan mengapa masalah ini sangat sulit untuk dijelaskan. Hal ini didukung dengan masih kurangnya data konkrit mengenai berapa banyak orang yang telah atau sedang mengalami Long Covid, serta data mengenai jangka waktu penyakit tersebut telah diderita.
Proses diagnosa juga cenderung sulit karena banyaknya jenis efek samping yang dilaporkan oleh para penyintas Covid. Hingga kini, terdapat 200 jenis gejala Long Covid yang dilaporkan antara lain seperti kelelahan dan disfungsi kognitif. Efek yang ditimbulkan juga masih perlu dikaji lebih dalam karena efek samping ini memiliki kemungkinan disebabkan oleh penyakit lain selain Covid.
Pada bulan November, para peneliti dari University of Michigan memutuskan untuk meneliti lebih dalam. Mereka menggunakan data dari 100 juta kasus di seluruh dunia berdasarkan meta-analysis dari 40 studi global.
Hasil menunjukkan bahwa 43% orang yang tertular Covid-19 masih akan menderita efek samping sebulan setelah mereka didiagnosis atau pemulihan, dengan kecenderungan terhadap wanita dan proporsi yang lebih tinggi di Asia (44%) dibandingkan dengan AS (30%).
Namun, saat ini proses diagnosa menjadi lebih mudah berkat adanya identifikasi dari potential biomarker. Identifikasi ini tidak hanya akan membuka jalan bagi pengembangan alat diagnostik klinis, tetapi juga untuk mengembangkan treatment yang lebih efektif.
Pada musim panas lalu, para peneliti di Universitas Stellenbosch Afrika Selatan menemukan bahwa Covid-19 menyebabkan pembentukan micro clots yang mengandung molekul peradangan di dalam gumpalannya. Adapun molekul yang diidentifikasi meliputi: pembekuan protein, fibrogen, ditambah dengan faktor von Willebrand (VWF), yang berperan utama dalam pembekuan darah dan alpha2-antiplasmin, yang mencegah pecahnya gumpalan dari pembekuan tersebut.
Ketika Profesor Resia Pretorius memproses plasma darah pasien melalui centrifuge, ia mencatat tingkat aktivasi trombosit yang sangat tinggi. Platelet (sel-sel yang membantu darah menggumpal) sangat rapuh sehingga hiper-aktivasi dapat terpicu.
Dibutuhkan mikroskop neon untuk melihat markers inflamasi yang tersembunyi di dalam gumpalan. Tes darah rutin tidak dapat mendeteksinya: oleh karena itu ini menjadi penyebab mengapa penderita Long Covid sulit mengidentifikasi mengapa mereka masih merasakan sakit, bahkan setelah berkunjung dan berkonsultasi dengan dokter.
Pretorius dan timnya menyimpulkan bahwa hipoksia seluler adalah penyebab utama dari gejala Long Covid. Gumpalan mikro sebagian memblokir pembuluh darah, menahan sel darah merah untuk membawa oksigen yang cukup ke organ yang berbeda di sekitar tubuh, baik itu otak, paru-paru, maupun jantung.
Ketika tubuh berfungsi normal, ada keseimbangan yang sedang berlangsung antara proses pembekuan dan anti-pembekuan.
Misalnya, ketika dinding sel darah mengalami luka, platelet diaktifkan untuk mencegah pendarahan. Mereka akan berubah bentuk dan akan menempel dengan bantuan VWF sehingga dapat menutup luka yang disatukan oleh protein Fibrin.
Proses kedua yang disebut dengan fibrinolysis, akan memecah fibrin dalam darah yang terkoagulasi untuk mencegah pembentukan gumpalan penghambat pembuluh darah.
Namun, virus Covid diketahui telah mengganggu keseimbangan proses ini. Ketika kita terinfeksi Covid-19, terdapat lonjakan protein yang masuk ke dalam sel-sel kita melalui reseptor ACE2.
Saat itu, ia mengaktifkan trombosit, yang berperan dalam mendeteksi infeksi dan pensinyalan peradangan. Protein pembekuan dilepaskan, berpotensi memicu efek domino.
Berbicara mengenai Podcast Dr. Amy Proal untuk PolyBio Recsearch Foundation, Professor Pretorius mengatakan bahwa, "Protein spike melakukan ini dengan sangat mengejutkan. Saya belum pernah melihat ukuran gumpalan dan jumlah sebanyak ini selain pada penderita Covid akut dan Long Covid".
Penelitiannya menggarisbawahi seberapa jauh penelitian Covid-19 telah berkembang selama dua tahun terakhir. Karena kita tidak lagi menganggapnya sebagai penyakit paru-paru semata. Ini juga merupakan penyakit vaskular (aliran darah).
Otopsi secara rutin mengungkapkan bahwa pembekuan yang meluas, sementara pasien Covid yang dirawat di rumah sakit sering menderita tromboemboli vena simptomatik. (suatu bentuk trombosis vena dan emboli paru), bahkan setelah mereka diberikan obat anti-pembekuan.
Ini adalah salah satu alasan mengapa orang dengan penyakit kronis dan kondisi autoimun seperti diabetes tipe 2, hipertensi dan rheumatoid arthritis memiliki risiko jauh lebih tinggi saat terinfeksi virus covid. Sebelum infeksi, mereka sudah menderita tingkat peradangan tinggi, yang merusak pembuluh darah mereka dan mengagitasi aktivasi platelet.
Ini juga berarti bahwa beberapa orang yang meninggal karena stroke dan penyakit jantung, tidak lama setelah infeksi Covid-19, akan menjadi korban Long Covid yang tidak terdeteksi. Alasan mengapa lebih banyak orang tidak terkena kondisi ini adalah karena gumpalannya relatif kecil dan dalam banyak kasus, fungsi pembekuan kembali normal setelah sistem kekebalan tubuh melawan infeksi.
Jadi bagaimana semua ini akan diperlakukan? Dokter sudah mengadopsi pendekatan melalui banyak aspek untuk Long Covid.
Hal yang sama kemungkinan akan berlaku untuk gumpalan mikro lainnya, yakni; membersihkan gumpalan yang sudah ada di tubuh dan mencegah gumpalan baru terbentuk, sehingga memungkinkan dinding pembuluh darah dapat menyembuhkan dan menurunkan peradangan.
Salah satu solusi yang disarankan untuk prosedur pembersihan, yakni dengan menggunakan mesin cuci darah yang memiliki fungsi sama seperti proses dialisis pada pasien yang mengalami gagal ginjal.
Dr Mülheim dan Dr Beate Jaeger telah menguji coba mesin apheresis H.E.L.P pada pasien Long Covid. Selama empat dekade terakhir, mesin tersebut telah menyaring kelebihan kolesterol pada pasien dengan penyakit jantung menggunakan heparin-induced extracorporeal LDL presipitasi (HELP).
Salah satu pasiennya adalah Dr Asad Khan, seorang dokter ahli pernapasan asal Inggris yang terkena Covid-19 pada November 2020. Hampir selama satu tahun, Long Covid telah membuatnya terbaring di tempat tidur hingga tidak bisa mentoleransi cahaya dan suara.
Dia memiliki begitu sedikit energi sehingga dia pingsan saat tiba di klinik Dr Beate dengan kursi roda.
Dr Khan kemudian mengatakan kepada BBC bagaimana darah diambil dari satu lengan yang kemudian dibersihkan dari gumpalan. Dia memiliki begitu banyak gumpalan dalam darahnya, bahkan merusak mesin hingga empat kali.
Ketika darahnya mengalir keluar, warnanya sangat hitam dan dipenuhi oleh fibrin. Tingkat saturasi oksigennya juga sangat rendah; yakni sebesar 32% dimana seharusnya pada orang normal berada pada rentang 65% hingga 80%.
Namun, setelah perawatan ketujuh, Dr Khan menunjukkan kemajuan yang cukup baik sehingga ia Kembali mampu untuk membaca makalah ilmiah lagi. Pada hari kedua belas, ia diresepkan tiga antikoagulant - aspirin, clopidogrel dan antikoagulan oral direct.
Dalam wawancara terbaru, dia mengatakan bahwa dia merasa lebih baik. Tes darah mengungkapkan sedikit bukti pembekuan, atau aktivasi trombosit.
Di Afrika Selatan, 24 pasien Long Covid, mengambil bagian dalam satu studi eksperimental, juga merespons baik terapi aktivasi anti-trombosit ganda. Namun, para peneliti menandai perlunya kehati-hatian karena antikoagulan dapat membunuh pasien yang rentan terhadap perdarahan kecuali mereka berada di bawah pengawasan klinis.
Uji klinis secara secara menyeluruh saat ini masih dalam proses. Uji yang dilakukan antara lain seperti tes diagnostik sederhana untuk mendeteksi inflamasi pada darah. Stellenbosch University berharap bahwa perusahaan start-up BioCODE, akan menjadi perusahaan pertama yang membuatnya.
Mengingat banyaknya orang yang diduga menderita Long Covid, para pembuat kebijakan menjadi semakin khawatir tentang potensi biaya jangka panjang untuk layanan kesehatan nasional. Dengan demikian, setiap terobosan potensial secara langsung akan menjadi perhatian nasional sehingga penyakit ini dapat diatasi dengan baik.
Seiring dengan perkembangan informasi dan pengobatan Long Covid yang diakibatkan oleh Micro Clots, jumlah pasien yang sembuh hingga hari ini dikabarkan terus meningkat. Saat ini, banyak sekali orang yang tengah menderita sindrom kelelahan kronik dan telah menghabiskan waktu selama bertahun-tahun mencoba untuk mencari penyebab utama mengapa mereka tidak kunjung membaik setelah terpapar Covid. Melalui penelitian ini, maka akan membuka harapan bagi mereka yang belum kunjung membaik untuk akhirnya mendapatkan jawaban yang telah lama mereka cari.
Sumber : https://bit.ly/37iR9pL